Contoh Makalah "Masyarakat Madani"
Dowload Lengkap nya Klik Disini
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan
masyarakat madani di indonesia diawali dengan kasus pelanggaran HAM dan
pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan mengemukakan
pendapat di muka umum kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai lembaga
non pemerintah yang mempunyai kekuatan dan bagian social control. Sejak zaman
orde lama dengan rezim demokrasi terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi
manipulasi peran serta masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegemoni sebagai alat legitimasi politik. Sampai pada masa
orde baru pengekangan demokrasi dan penindasan hak asasi manusia tersebut seakan menjadi tontonan gratis yang bisa dinikmati
oleh siapa pun bahkan untuk segala usia.
Masyarakat
madani sukar tumbuh dan berkembang pada rezim Orde Baru karena adanya
sentralisasi kekuasaan melalui korporatisme dan birokratisasi di hampir seluruh
aspek kehidupan, terutama terbentuknya organisasi-organisasi kemasyarakatan dan
profesi dalam wadah tunggal.
Kebijakan
ini juga berlaku terhadap masyarakat politik (political societies), sehingga
partai-partai politik pun tidak berdaya melakukan kontrol terhadap pemerintah
dan tawar-menawar dengannya dalam menyampaikan aspirasi rakyat. Hanya beberapa
organisasi keagamaan yang memiliki basis sosial besar yang agak memiliki
kemandirian dan kekuatan dalam mempresentasikan diri sebagai unsur dari
masyarakat madani, seperti Nahdatul Ulama (NU) yang dimotori oleh KH
Abdurrahman Wahid dan Muhammadiyah dengan motor Prof. Dr. Amien Rais.
Pemerintah sulit untuk melakukan intervensi dalam pemilihan pimpinan organisasi
keagamaan tersebut karena mereka memiliki otoritas dalam pemahaman ajaran Islam.
Era
Reformasi yang melindas rezim Soeharto (1966-1998) dan menampilkan Wakil
Presiden Habibie sebagai presiden dalam masa transisi telah mempopulerkan
konsep masyarakat madani karena presiden beserta kabinetnya selalu melontarkan
diskursus tentang konsep itu pada berbagai kesempatan. Bahkan, Habibie
mengeluarkan Keppres No 198 Tahun 1998 tanggal 27 Februari 1999 untuk membentuk
suatu lembaga dengan tugas untuk merumuskan dan mensosialisasikan konsep masyarakat
madani itu. Konsep masyarakat madani dikembangkan untuk menggantikan paradigma
lama yang menekankan pada stabilitas dan keamanan yang terbukti sudah tidak
cocok lagi. Soeharto terpaksa harus turun tahta pada tanggal 21 Mei 1998 oleh
tekanan dari gerakan Reformasi yang sudah bosan dengan pemerintahan militer
Soeharto yang otoriter. Gerakan Reformasi didukung oleh negara-negara Barat
yang menggulirkan konsep civil society dengan tema pokok Hak Asasi Manusia
(HAM).
Presiden
Habibie mendapat dukungan dari ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia),
suatu bentuk pressure group dari kalangan Islam, dimana ia duduk sebagai Ketua
Umumnya. Terbentuknya ICMI merupakan suatu keberhasilan umat Islam dalam
mendekati kekuasaan karena sebelumnya pemerintah sangat phobi terhadap Islam
politik. Hal itu terjadi karena ada perantara Habibie yang sangat dekat dengan
Soeharto. Dengan demikian, pengembangan konsep masyarakat madani merupakan
salah satu cara dari kelompok ICMI untuk merebut pengaruh dalam Pemilu 1997.
Kemudian konsep masyarakat madani mendapat dukungan luas dari para politisi,
akademisi, agamawan, dan media massa karena mereka semua merasa berkepentingan
untuk menyelamatkan gerakan Reformasi yang hendak menegakkan prinsip-prinsip
demokrasi, supremasi hukum, dan HAM.
Berdasarkan
fakta tersebut, perlu ditegakkan masyarakat madani, penegakan masyarakat madani
di Indonesia memerlukan pilar penegak, antara lain berupa lembaga swadaya
masyarakat (LSM), PERS, Supermasi hukum, Perguruan Tinggi dan partai politik.
Penegakan masyarakat madani di indonesia dapat
mencapai hasil optimal apabila dilakukan dengan menerapkan strategi
pemberdayaan yang tepat. Menurut Dewan sebagai mana dikutip Tim ICCE UIN
(2003:257), ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai
strategi dalam memberdayakan masyarakat madani di indonesia.
a. Strategi
yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini
berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak berlangsung dalam masyarakat yang belum
memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi penganut paham ini
pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan konflik, dan karena itu
menjadi sumber instabilitas politik. Saat ini yang diperlukan adalah stabilitas
politik sebagai landasan pembangunan, karena pembangunan lebih-lebih yang
terbuka terhadap perekonomian global membutuhkan resiko politik yang minim.
Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa lebih diutamakan dari demokrasi.
b.
Strategi yang lebih mengutamakan
reformasi sistem politik demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk
membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap pembangunan ekonomi.
Sejak awal dan bersama-sama diperlukan proses demokratisasi yang pada esensinya
adalah memperkuat partisipasi politik. Jika kerangka kelembagaan ini
diciptakan, maka akan dengan sendirinya timbul masyarakat madani yang mampu
mengontrol terhadap negara.
c. Strategi
yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah
demokratisasi. Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dari
strategi pertama dan kedua. Dengan begitu strategi ini lebih mengutamakan
pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan menengah yang makin
luas.
Pengamat politik dari UGM, Dr Mohtar Mas'oed
(Republika, 3 Maret 1999) yakin bahwa pengembangan masyarakat madani memang
bisa membantu menciptakan atau melestarikan demokrasi, namun bagi masyarakat
yang belum berpengalaman dalam berdemokrasi, pengembangan masyarakat madani
justru bisa menjadi hambatan terhadap demokrasi karena mereka menganggap
demokrasi adalah distribusi kekuasaan politik dengan tujuan pemerataan
pembagian kekuasaan, bukan pada aturan main. Untuk menghindari hal itu,
diperlukan pengembangan lembaga-lembaga demokrasi, terutama pelembagaan politik,
di samping birokrasi yang efektif, yang menjamin keberlanjutan proses
pemerintahan yang terbuka dan partisipatoris.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka
kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah. Sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari masyarakat
madani?
2. Apa saja ciri khas masyarakat
madani?
3. Apa saja pilar-pilar penegak masyarakat
madani di Indonesia ?
4. Masyarakat madani di Indonesia ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Masyarakat Madani itu sendiri.
2.
Untuk mengetahui dan mempelajari ciri khas masyarakat madani.
3.
Untuk mengetahui pilar penegak masyarakat madani.
4.
Untuk mengetahui dan mempelajari masyarakat madani di indonesia.
BAB II
ISI
A. Pengertian
Masyarakat Madani
Beberapa definisi
masyarakat madani dari berbagai pakar di berbagai Negara yang menganalisa dan
mengkaji fenomena masyarakat madani.
1.
Zbigniew
Rau
Latar belakang
kajiannya adalah pada kawasan eropa timur dan uni soviet. Ia mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang
berkembang dari sejarah, yang mengendalikan ruang dimana individu dan
perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai
nilai-nilai yang mereka yakini. Ruang ini timbul diantara hubungan-hubungan
yang menyangkut kewajiban mereka terhadap negara. Oleh karenanya, maka yang
dimaksud masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh
keluarga dan kekekuasaan Negara.
2.
Han
Sung-joo
Dengan latar belakang
kasus korea selatan, ia mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan
menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbatas dari
Negara, suatu ruang publik yang mampu mengartikulasikan isu-isu polotik,
gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independent, yang secara
bersam-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk
serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.
3.
Kim
Sunhyuk
Juga dalam konteks korea
selatan, ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah
suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun
dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakatyang secara relative otonom dari
negara, yang merupakan satuan-satuan dasar dari (re) produksi dan masyarakat
politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang publik, guna
menyatakan kepedulian mereka dan kemajukan kepentingan mereka menurut
prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.
Berbagai batasan dalam
memahami masyarakat madani di atas, jelas merupakan suatu analisa dari kajian
kontekstual terhadap performa yang diinginkan dalam mewujudkan masyarakat
madani. Akan tetapi secara global dari ketiga batasan diatas dapat ditarik
benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah
kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan
penguasa dan negara, memiliki ruang publik(public sphere) dalam mengemukakan
pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi
dan kepentingan publik.
B. Karakteristik
Masyarakat Madani
Penyebutan
karakteristik masyarakat madani dimaksudkan utuk menjelaskan bahwa dalam merealisasikan
wacana masyarakat madani diperlukan prasyarat-prasyarat yang menjadi nilai
universal dalam penegakan masyarakat madani. Prasyarat ini merupakan satu
kesatuan yang intergral menjadi dasar dan nilai bagi ekstensi masyarakat
madani.
·
Free
Public Sphere
Yang dimaksud dengan
Free punlic sphere adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya
yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik
tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Aksentuasi prasyarat ini dikemukakan
oleh Arendt dan Habermas. Lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara
teoritis bias diartikan sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap
setiap kegiatan publik.
Sebagai sebuah
prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam
sebuah tatanan masyarakat, maka free public sphere menjadi salah satu bagian
yang harus diperhatikan. Karena dengan madani, maka akan memungkinkan
terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya
yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
·
Demokratis
Demokratis merupakan
satu entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam
menjalani kehidupan, warga Negara memiliki kehidupan penuh untuk menjalankan
aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Demokrasi berati masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi
dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku,ras,dan agama.
Prasyart demokratis ini banyak dikemukakan oleh banyak pakar yang mengkaji
fenomena masyarakat madani. Bahkan demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak
bagi penegakan masyarakat madani. Penekanan
demokrasi (demokratis) disini dapat mencakup sebagai bentuk aspek
kehidupan seperti politik, sosisl, budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.
·
Toleran
Toleran merupakan
sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling
menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi
ini memungkinkan adanya kesadaran masing-masing individu untuk menghargai dan
menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat
lain yang berbeda. Toleransi menurut Nurcholish Madjid yaitu merupakan
persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi
menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang “enak” antara berbagai kelompok
yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai “hikmah” atau “mamfaat”
dari pelaksanaan ajaran yang benar.
Azyumardi Arza pun
meyebutkan bahwa masyarakat madani (civil society) lebih dari sekedar
gerakan-gerakan pro demokrasi. Masyarakat madani juga mengacu ke kehidupan yang
berkualitas dan tamaddun (civility). Civilitas meniscayakan toleransi, yakni
kesediaan individu-individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan
sikap sosial yang berbeda.
·
Pluralisme
Sebagai sebuah
prasyarat penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus dipahami secara
mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan
menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Pluralisme tidak bisa
dipahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang
majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan
pluralisme itu dengan bernilai positif, merupakan rahmat tuhan.
Menurut Nurcholis
Madjid, konsep pluralisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat
madani. Pluralisme menurutya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam
ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the bonds of
civility).Bahkan Pluralisme adalah juga
suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme
pengawasan dan pengimbangan (check and balance).
Lebih lanjut
Nurcholish mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada orang lain itu
diperlukan dalam masyarakat yang majemuk, yakni masyarakat yang tidak
monolitik. Apalagi sesungguhnya kemajemukan masyarakat itu sudah merupakan
dekrit Allah dan desigh-Nya untuk ummat manusia. Jadi tidak ada masyarakat yang
tunggal, monolitik, sama dengan sebangun dalam segala segi.
·
Keadilan
Sosial (Sosial Justice)
Keadilan yang dimaksud
untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan
kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini
memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan
padasatu kelompok masyarakat. Seara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama
dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
(penguasa).
Adapun karakteristik masyarakat
madani selain yang diatas tadi, diantaranya:
1.
Terintegrasinya
individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui
kontrak sosial dan aliansi sosial.
2.
Menyebarnya
kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat
dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3.
Dilengkapinya
program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program
pembangunan yang berbasis masyarakat.
4.
Terjembataninya
kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan
organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap
keputusan-keputusan pemerintah.
5.
Tumbuhkembangnya
kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6.
Meluasnya
kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7.
Adanya
pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai
ragam perspektif.
8.
Bertuhan,
artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang
mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang
mengatur kehidupan sosial.
9.
Damai,
artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara
kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.
Tolong
menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi
kebebasannya.
11.
Keseimbangan
antara hak dan kewajiban sosial.
12.
Berperadaban
tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
13.
Berakhlak
mulia.
C. Pilar
Penegak Masyarakat Madani
Pilar penegak
masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari social
control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang
diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
Dalam penegakan masyarakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat
mutlak bagi terwujudnya kekuatan masyarakat madani. Pilar-pilar tersebut yaitu
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi dan
Partai Politik.
Lembaga swadaya
masyarakat , adalah institusi social yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang
tugas esensinya adalah membantu memperjuangkan aspirasi dan kepentingan
masyarakat yang tertindas. Selain itu, LSM dalam konteks masyarakat madani juga
bertugas mengadakan empowering (pemberdayaan) kepada masyarakat mengenai
hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti advokasi,
pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan masyarakat.
Pers, merupakan
institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani, karena
memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control yang
dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang
berkenaan dengan warganegaranya. Hal tersebut pada akhirnya mengarah pada
adanya independensi pers serta mampu menyajikan berita secara objektif dan
transparan.
Supremasi Hukum,
setiap warga Negara baik yang duduk di formasi kepemerintahan maupun sebagai
rakyat, harus tunduk kepada (aturan) hukum. Hal tersebut berarti bahwa
perjuangan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar warga Negara dan antara
warga Negara dengan pemerintah haruslah dilakukan dengan cara-cara yang damai
dan sesuai dengan hokum yang berlaku.
Selain itu, supremasi
hokum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk
penindasan individu dan kelompok yang melanggar hak asasi manusia, sehingga
terpola bentuk kehidupan yang civilzed.
Perguruan Tinggi,
yakni dimana tempat civitas akademiknya (dosen dan mahasiswa) merupakan bagian
dari kekuatan social dan masyarakat madani yang bergerak pada bidang jalur
modal force untuk menyalirkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai
kebijakan-kebijakan pemerintah, dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh
mahasiswa tersebyt masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel
dan realitas yang betul-betul objektif, menyeurakan kepentingan masyarakat
(publik).
Sebagai bagian dari
pilar penegak masyarakat madani, maka Perguruan Tinggi memiliki tugas utama
mencari dan menciptakan ide-ide altenatif dan konsuktif untuk dapat menjawab
problematika yang dihadapkan oleh masyarakat. Di sisi lain Perguruan Tinggi
memiliki “Tri Dharma Perguruan Tinggi” yang harus dapat diimplementasikan
berdasarkan kebutuhan masyarakat (publik).
Menurut Riswanda
Immawan, Perguruan Tinggi memiliki tiga peran yang stategis dalam mewujudkan
masyarakat madani, yakni pertama, pemihakan yang tegas pada prinsip
egalitarianisme yang menjadi kehidupan dasar politik yang demokratis. Kedua,
membangun political safety net, yakni dengan mengembangkan dan mempublikasikan
informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Political net ini setidaknya
dapat mencerahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka terhadap
informasi. Ketiga, melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara yang
santun, saling menghormati. Demokrasi serta meninggalkan cara-cara yang
agitatif dan anarkis.
Partai Politik,
merupakan wahana bagi masyarakat untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya.
Sekalipun memiliki tendensi politis dan rawan akan hemegomi, tetapi
bagaimanapun sebagai sebuah tempat ekspresi warga Negara, maka partai politik
ini menjadi prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani.
D. Masyarakat
Madani Indonesia
Berbicara mengenai kemungkinan
berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasusu-kasus
pelangaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, bersikat dan kebebasan
untuk mengemukakan pendapat dimuka umum
kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai lembaga-lembaga non pemerintah
yang mempunyai kekuatan dan bagian dari social control.
Secara esensial Indonesia
membutuhkan peberdayaan dan penguatan masyarakat secara komprehensif agar
memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta mampu menjunjung
tinggi nilai hak-hak asasi manusia. Untuk itu maka diperlukan pengembangan
masyarakat madani dengan menerapkan strategi pemberdayaan sekaligus agar proses
pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai hasilnya secara optimal.
Ada 3 strategi yang dapat
digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani Indonesia,
antara lain:
1.
Strategi
yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini
berpandangan bahwa system demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat
yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.2.
2.
Strategi
yanglebih mengutamakan reformasi sisitem politik demokrasi. Strategi ini
berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya
tahap pembangunan ekonomi.
3.
Strategi
yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat kea rah
demokrastisasi. Strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran
politik, terutama pada golongan menengah yang makin luas.
Dalam penerapkan strategi
tersebut diperlukan keterlibatan kaum cendikiawan, LSM, ormas social dan
keagamaan dan mahasiswa adalah mutlak adanya, karena mereklah yang memiliki
kemampuan dan sekaligus actor pemberdayaan tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Civil society berasal dari barat dan
diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi masyarakat madani, dan para pakar
sependapat bahwa istilah civil society berkaitan dengan interaksi-interaksi
sosial yang tidak dikuasai oleh negara atau bisa juga berarti jaringan kerja
yang kompleks dari organisasi-organisasi yang dibentuk secara sukarela yang
berbeda dari lembaga negara resmi dan yang bertindak secara mandiri atau dalam
kerja sama dengan lembaga-lembaga negara.
Masyarakat madani ini mempunyai
beberapa ciri-ciri, diantaranya:
a.
Free
public sphare (kebebasan publik dalam berpendapat).
b. Demokratis.
c.
Toleransi.
d. Pluralisme.
e.
Keadilan
sosial.
f.
Keadilan.
Dan ada beberapa unsur dan
persyaratan budaya yang harus dilalui menuju masyarakat madani, diantaranya:
a.
Pendidikan
b. Reformasi politik
c.
Supremasi
hukum
d. Ekonomi yang kuat
e.
Media komunikasi
yang independen
Sedangkan untuk mewujudkan
masyarakat madani ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
a.
Strategi
yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik.
b. Strategi yang lebih mengutamakan
reformasi sistem politik demokrasi.
c.
Strategi
yang memilih masyarakat yang madani sebagai basis yang kuat ke arah
demokratisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang
Suteng, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. Penerbit Erlangga. Jakarta:
2007.
Tim
Ekspresi. Pendidikan Kewarganegaraan. CV. Media Karya Putra.
Kartasura: 2007.
Dr. Masykur Hakim dan Drs. Tanu Widjaya. Model Masyarakat
Madani. Intimedia
Cipta Nusantara. Jakarta: 2003
Dr.
M. Din Syamsuddin. Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani. PT.
Logos
Wacana Ilmu. Jakarta: 2000
Suryanti.
Pendidikan Kewarganegaraan. PT. Bina Sarana Edukasi. Surakarta: 2007
Azra, Azyumardi, Menuju
Masyarakat Madani, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1999
Budiman, Arief, State and civil
society, Clayton : Monash Paper Southeast Asia No. 22
tahun 1990
Gelner, Ernest, Membangun
Masyarakat Sipil, Prasyarat Menuju Kebebasan, Bandung : Mizan
1995
Hikam, Muhammad AS., Demokrasi
dan Civil Society, Jakarta : LP3ES, 1999
Madjid, Nurcholish, Makalah
Azas-azas Pluralisme dan Toleransi dalam Masyarakat Madani
Mahfudz, Moh. MD, Hukum dan
Pilar-pilar Demokrasi, Yogjakarta : Gamma Media, 1999
Ruhardjo, M. Dawan, Masyarakat
Madani : Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial,
Jakarta : LP3ES 1999
Rizal, Sukma dan J. Kristiadi,
Hubungan sipil-militer dan Transisi Demokrasi di Indonesia :
Persepsi Sipil dan
Militer, Jakarta : CSIS, 1990
Sabtu,
8 Juni 2013, http://rivafauziah.wordpress.com/2007/06/02/masyarakat-madani
dialog-islam-dan-modernitas-di-indonesia/
Sabtu,
8 Juni 2013, http://jariksumut.wordpress.com/2007/08/31/membentuk-masyarakat
madani-yang-demokratis-harmonis-dan-partisifatif/
Sabtu,
8 Juni 2013, http://delanoprasetyo.blogspot.com/2008/02/perkembangan
masyarakat-madani-di.html
Sabtu, 8 Juni 2013, http://news.okezone.com/read/2009/11/30/339/280245/dpr-jangan
Belum ada tanggapan untuk "Civil Society (Masyarakat Madani)"
Post a Comment