Contoh Makalah "Hadist Tentang Kepemimpinan"
Dowload Lengkap nya Klik disini
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
sejarah kehidupan manusia, telah muncul istilah kepemimpinan sejak Nabi
Adam di turunkan kemuka bumi ini. pemimpin
adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya
kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang
lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian
satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan - khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang ,
sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan.
Begitu
juga sejak awal agama islam berkembang, Nabi Muhammad selain sebagai
seorang utusan Rasul yang menyampaikan ajaran-ajaran agama islam tetapi juga
seorang kepala negara dan kepala rumah tangga. paling tidak dalam catatan
sejarah kenabian yang terdokumentasi dalam hadits-hadits yang tetap terjaga dan
masih bisa digunakan sampai saat ini, Nabi memberikan contoh bagaimana seorang
pemimpin menyelesaikan persoalan-persoalan pribadi maupun sosial kemasyarakatan
berdasarkan musyawarah untuk tercapainya kemaslahatan.
“setiap
orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas
kepemimpinannnya” .Meskipun yang di pimpin hanyalah diri
sendiri tetap akan di minta pertanggung jawaban nantinya dan setiap pemimpin
itu adalah pelayan masyarakat karena ia harus memenuhi segalanya apa yang di
inginkan rakyat dalam hal kebaikan bersama dan rakyatpun mempunyai keterbatasan
dalam hal mematuhi pemimpin.
Kepemimpinan Dalam IslamKepemimpinan Islam adalah kepemimpinan
yang berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, pemimpin haruslah orang yang
paling tahu tentang hukum Ilahi. Setelah para imam atau khalifah tiada,
kepemimpinan harus dipegang oleh para faqih yang memenuhi syarat-syarat
syariat. Bila tak seorang pun faqih yang memenuhi syarat, harus dibentuk
‘majelis fukaha’.”
Sesungguhnya, dalam Islam, figur pemimpin ideal yang menjadi
contoh dan suritauladan yang baik, bahkan menjadi rahmat bagi manusia (rahmatan
linnas) dan rahmat bagi alam (rahmatan lil’alamin) adalah Muhammad Rasulullah
Saw., sebagaimana dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
(QS.al-Ahzab[33]:21).
Kemudian,
dalam Islam seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki
sekurang-kurangnya 4 (empat) sifat dalam menjalankan kepemimpinannya, yakni :
Siddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah (STAF):
·
Siddiq (jujur) sehingga ia dapatdipercaya;
·
Tabligh (penyampai) atau kemampuan berkomunikasi dan
bernegosiasi;
·
Amanah (bertanggung jawab) dalam menjalankan tugasnya;
·
Fathanah (cerdas) dalam membuat perencanaan, visi, misi,
strategi dan mengimplementasikannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Setiap Muslim Pemimpin
·
Teks hadist
عَبْدُ اللهِ بْن عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ان رسول الله صلعم
كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيت
فالأمير الذي على الناس راع وهو مسؤل عنهم وَالرَّجُلُ رَاعِ
على أَهْلِ بيته وَهُوَ مَسْئُولٌ
عَنْهم وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ على بَيْتِ بعلها وولده وهي
وَمَسْئُولَةٌ عَنْهم والبعد راع على مال سَيِّدِهِ
وهو وَمَسْئُولٌ عَنْه. الا فكُلُّكُمْ رَاعٍ وكلكم مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِه ( أخرجه البخاري فى :
كتاب العتق: :با ب كراهية التطاول على الفيق)
·
Terjemahan hadist
“Dari Ibn Umar r.a. Berkata bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda :”Kalian
semuanya adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawaban terhadap
rakyatnya. pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami
pemimpin keluargnya dan akan di tanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri
memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan di tanya tentang hal yang dipimpinnya.
Seorang hamba (buruh) memelihara harta majikannya dan akan ditanya tentang
pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan dituntut (
diminta pertanggung jawaban ) tentang hal yang dipimpinnya.”
·
Penjelasan
Hal
yang dikemukakan dari hadis diatas adalah bahwa manusia adalah pemimpin
termasuk bagi dirinya sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan memiliki
resiko yang harus dipertanggungjawabkan. Setiap orang adalah pemimpin meskipun
pada saat yang sama setiap orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus
berhadapan untuk menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan
kekuatannya dibatasi oleh yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai
bagian dari komunitas. Dengan demikian, setiap orang islam harus berusaha untuk
menjadi pemimpin yang paling baik dan segala tindakannya tanpa di dasari
kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu.
Dalam
hadis ini dijelaskan bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan adalah tanggun
gjawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin.
Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab,
sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab
atas istrinya, seorang bapak bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang
majikan betanggung jawab kepada pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab
kepada bawahannya, dan seorang presiden, bupati, gubernur bertanggung jawab
kepada rakyat yang dipimpinnya, dst.
Akan tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna
melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar)
bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung jawab di
sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra ‘a sendiri secara bahasa bermakna
gembala dan kata ra-‘in berarti pengembala. Ibarat pengembala, ia harus
merawat, memberi makan dan mencarikan tempat berteduh binatang gembalanya.
Singkatnya, seorang penggembala bertanggung jawab untuk mensejahterakan
binatang gembalanya.
Tapi cerita gembala hanyalah sebuah tamsil, dan manusia tentu
berbeda dengan binatang, sehingga menggembala manusia tidak sama dengan
menggembala binatang. Anugerah akal budi yang diberikan allah kepada manusia
merupakan kelebihan tersendiri bagi manusia untuk mengembalakan dirinya
sendiri, tanpa harus mengantungkan hidupnya kepada penggembala lain. Karenanya,
pertama-tama yang disampaikan oleh hadis di atas adalah bahwa setiap manusia
adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dirinya sendiri. Atau
denga kata lain, seseorang mesti bertanggung jawab untuk mencari makan atau
menghidupi dirinya sendiri, tanpa mengantungkan hidupnya kepada orang lain
Dengan demikian, karena hakekat kepemimpinan adalah tanggung
jawab dan wujud tanggung jawab adalah kesejahteraan, maka bila orang tua hanya
sekedar memberi makan anak-anaknya tetapi tidak memenuhi standar gizi serta
kebutuhan pendidikannya tidak dipenuhi, maka hal itu masih jauh dari makna
tanggung jawab yang sebenarnya. Demikian pula bila seorang majikan memberikan
gaji prt (pekerja rumah tangga) di bawah standar ump (upah minimu provinsi),
maka majikan tersebut belum bisa dikatakan bertanggung jawab. Begitu pula bila
seorang pemimpin, katakanlah presiden, dalam memimpin negerinya hanya sebatas
menjadi “pemerintah” saja, namun tidak ada upaya serius untuk mengangkat
rakyatnya dari jurang kemiskinan menuju kesejahteraan, maka presiden tersebut
belum bisa dikatakan telah bertanggung jawab. Karena tanggung jawab seorang
presiden harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang berpihak pada rakyat
kecil dan kaum miskin, bukannya berpihak pada konglomerat dan teman-teman
dekat. Oleh sebab itu, bila keadaan sebuah bangsa masih jauh dari standar
kesejahteraan, maka tanggung jawab pemimpinnya masih perlu dipertanyakan.
Dengan demikian, setiap orang Islam harus berusaha untuk menjadi
pemimpin yang paling baik dan segala tindakannya tanpa didasari kepentingan
pribadi atau golongan tertentu. Akan tetapi, pemimpin yang adil dan betul-betul
memperhatikan dan berbuat sesuai dengan aspirasi rakyatnya, sebagaimana dalam
hadist dibawah ini
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَّامٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي
ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي
عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ فِي خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسْجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ
وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ
إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا
تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ
Abu hurairah r.a: berkata: bersabda
nabi saw: ada tujuh macam orang yang bakal bernaung di bawah naungan allah,
pada hati tiada naungan kecuali naungan allah:Imam(pemimpin) yang adil, dan
pemuda yang rajin ibadah kepada allah. Dan orang yang hatinya selalu gandrung
kepada masjid. Dan dua orang yang saling kasih sayang karena allah, baik waktu
berkumpul atau berpisah. Dan orang laki yang diajak berzina oleh wanita
bangsawan nan cantik, maka menolak dengan kata: saya takut kepada allah. Dan
orang yang sedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. Dan orang berdzikir
ingat pada allah sendirian hingga mencucurkan air matanya. (buchary, muslim)
Penjelasan:
Meski
hadis ini menjelaskan tentang tujuh macam karakter orang yang dijamin
keselamatannya oleh allah nanti pada hari kiamat, namun yang sangat ditekankan oleh
hadis ini adalah karakter orang yang pertama, yaitu pemimpin yang adil.
Bukannya kita menyepelekan enam karakter sesudahnya, akan tetapi karakter
pemimpin yang adil memang menjadi tonggak bagi kemaslahatan seluruh umat
manusia. Tanpa pemimpin yang adil maka kehidupan ini akan terjebak ke dalam
jurang penderitaan yang cukup dalam.
Untuk melihat sejauh mana seorang peimimpin itu telah berlaku
adil terhadap rakyatnya adalah melalui keputusan-keputuasan dan kebijakan yang
dikeluarkannya. Bila seorang pemimpin menerapkan hukum secara sama dan setara
kepada semua warganya yang berbuat salah atau melanggar hukum, tanpa tebang
pilih, maka pemimpin itu bisa dikatakan telah berbuat adil. Namun sebaliknya,
bila pemimpin itu hanya menghukum sebagian orang (rakyat kecil) tapi melindungi
sebagian yang lain (elit/konglomerat), padahal mereka sama-ama melanggar hukum,
maka pemimpin itu telah berbuat dzalim dan jauh dari perilaku yang adil.
Jaminan bagi pemimpin yang
adil
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ
حَرْبٍ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ
عَمْرٍو يَعْنِي ابْنَ دِينَارٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَمْرٍو قَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ وَأَبُو بَكْرٍ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي حَدِيثِ زُهَيْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ
عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا
يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا
وَلُوا
Abdullah bin ‘amru bin al ‘ash r.a
berkata: rasulullah saw bersabda: sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil,
kelak disisi allah ditempatkan diatas mimbar dari cahaya, ialah mereka yang
adil dalam hokum terhadap keluarga dan apa saja yang diserahkan (dikuasakan)
kepada mereka.
Penjelasan:
Hadis ini lebih mengulas tentang “imbalan” bagi seorang pemimpin
yang adil. Dalam hadis ini disebutkan bahwa imbalan bagi pemimpin yang adil
adalah kelak di sisi allah akan ditempatkan di atas mimbar dari cahaya. Secara
harfiyah, mimbar berarti sebuah tempat khusus untuk orang-orang yang hendak
berdakwah atau berceramah di hadapan umum. Karenanya, mimbar jum’at biasanya
mengacu pada sebuah tempat khusus yang disediakan masjid untuk kepentingan
khotib. Sementara cahaya adalah sebuah sinar yang menerangi sebuah kehidupan.
Kata cahaya biasanya mengacu pada matahari sebagai penerang bumi, lampu sebagai
penerang dari kegelapan, dsb. Oleh sebab itu, kata mimbar dari cahaya di dalam
hadis di atas tentu tidak serta merta dimaknai secara harfiyah seperti mimbar
yang dipenuhi hiasan lampu-lampu yang bersinar terang, melainkan mimbar cahaya
adalah sebuah metafor yang menggambarkan sebuah posisi yang sangat terhormat di
mata allah. Posisi itu mencrminkan sebuah ketinggian status setinggi cahaya
matahari.
B. Pemimpin Pelayan Masyarakat
·
Teks Hadist
مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ عَنِ الحَسَنِ, أَنَّ عُبَيْدَاللهِ اِبْنَ زِيَادٍ عَادَ
مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ فِي مَارَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيْهِ, فَقَالَ لَهُ مَعْقِلٌ
: إِنِّي مُحَدِّثُكَ حَادِثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ
, سَمِعْتُ النَّبِيَّ , يَقُولُ : مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ
اللهُ رَعِيَةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيْحَةٍ إِلاَّ لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ
(أخرجه البخري في : ٣٩ كتاب الأحكام :٨ باب من استرعى رعية فلم ينصح
رقيق)
·
Terjemah:
Ma’qal bin Yasar, dari
Al-Hasan, sesungguhnya Ubaidillah bin Ziyad menjenguk Ma’qal bin Yasar ketika dia sakit sebelum dia meninggal. Maka
Ma’qil berkata kepada Ubaidillah bin Ziyad: aku akan menyampaikan kepadamu
sebuah hadits yang telah aku dengar dari Rasulullah . aku telah mendengar
beliau bersabda: “Tiada seorang hamba
yang diberi amanah rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan baik,
melainkan hamba itu tidak akan mencium bau surga.”[Al-bukhari]
·
Penjelasan:
Kejujuran adalah modal yang paling mendasar dalam sebuah
kepemimpinan. Tanpa kejujuran, kepemimpinan ibarat bangunan tanpa pondasi, dari
luar nampak megah namun di dalamnya rapuh dan tak bisabertahan lama.
Begitu pula dengan kepemimpinan, bila tidak didasarkan atas kejujuran
orang-orang yang terlibat di dalamnya, maka jangan harap kepemimpinan itu akan
berjalan dengan baik. Namun kejujuran di sini tidak bisa hanya mengandalakan
pada satu orang saja, kepada pemimpin saja misalkan. Akan tetapi semua komponen
yang terlibat di dalamnya, baik itu pemimpinnya, pembantunya, staf-stafnya,
hingga struktur yang paling bawah dalam kepemimpnan ini, semisal tukang
sapunya, harus menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Hal itu karena tidak
sedikit dalam sebuah kepemimpinan, atau sebuah organisasi, terdapat pihak yang
jujur namun juga terdapat pihak yang tidak jujur. Bila pemimpinnya jujur namun
staf-stafnya tidak jujur, maka kepemimpinan itu juga akan rapuh. Begitu pula
sebaliknya.
Namun secara garis
besar, yang sangat ditekankan dalam hadis ini adalah seorang pemimpin
harus memberikan suri tauladan yang baik kepada pihak-pihak yang dipimpinnya.
Suri tauladan ini tentunya harus diwujudkan dalam bentuk
kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan pemimpin yang tidak menipu dan
melukai hati rakyatnya. Pemimpin yang menipu dan melukai hati rakyat, dalam
hadis ini disebutkan, diharamkan oleh allah untuk mengninjakkan kaki si sorga.
Meski hukuman ini nampak kurang kejam, karena hanya hukuman di akhirat dan
tidak menyertakan hukuman di dunia, namun sebenarnya hukuman “haram masuk
sorga” ini mencerminkan betapa murkanya allah terhadap pemimpin yang tidak
jujur dan suka menipu rakyat
Seorang
pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable).
Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan.
Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik dan kepada Allah kelak di akhirat nanti. Pemimpin yang melayani
adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian, dan
harapan dari mereka yang dipimpin. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang
dapat mengendalikam ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik
atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan
diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat,selalu
dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah emosi. Oleh
karena itu pemimpin mempunyi tanggung jawab yang sangat besar bagi bangsa
ataupun organisasinya yang dipimpin baik itu di dunia ataupun di akhirat nanti.
Semua dalil itu patut menjadi perhatian bagi kita terutama pemimpin Umat Islam
Dan Para Penguasa Yang Ingin Selamat Dari Siksa Neraka.
C.Batas-Batas Kepatuhan Rakyat Terhadap Pemimpin
·
Hadist
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ حَدَّثَنِي
نَافِعٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ
الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا
أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
·
Terjemahan
Ibn umar r.a berkata : bersabda nabi
saw : seorang muslim wajib mendengar dan ta’at pada pemerintahannya, dalam apa
yang disetujui atau tidak disetujui, kecuali jika diperintah ma’siyat. Maka
apabila disuruh ma’siyat, maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib ta’at.
·
Penjelasan
Hadis di atas menunjukkan kepada kita bahwa kepatuhan seorang
rakyat terhadap pemimpin tidaklah mutlak. Ada batasan-batasan tertentu dimana
seorang rakyat wajib ta’at dan patuh dan ada pula saat dimana rakyat tidak
perlu patuh, bahkan boleh berontak atau melawan. Dalam hadis di atas,
batasan-batasan kepatuhan terhadap pemimpin itu adalah selama pimimpin tidak
memerintahkan rakyatnya untuk berbuat ma’siyat. Lantas pertanyaanya, apa yang
dimaksud engan ma’siyat itu?
Secara bahasa ma’siyat adalah berarti durhaka atau tidak ta’at
kepada allah. Namun secara istilahi, makna ma’siyat cukup beragam. Karenanya,
adalah salah kaprah bila kita membatasi makna ma’siyat hanya pada
perkara-perkara semacam pornografi dan pornoaksi, seperti yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang mengatasnamakan islam dalam melakukan pengrusakan tempat
hiburan dengan dalih menghapus kema’siyatan.
Padahal kem’siyatan bukan hanya berada di tempat hiburan malam,
akan tetapi di kantor-kantor pemerintah justru lebih banyak kema’siyatan dalam
bentuknya yang samar namun cukup memprihatinkan. Lihatlah misalnya di
kantor-kantor departemen, di ruang-ruang sidang para wakil rakyat, bahkan di
masjid sekalipun, kita bisa menjumpai kema’siyatan. Namun yang dimaksud
kema’siyatan di sini tentunya bukan penari telanjang atau orang yang sedang
mabuk-mabukan, melainkan tindakan-tindakan yang mendurhakai allah yang
dipertontonkan oleh para pemimpin kita, wakil rakyat kita dan bahkan
ulama-ulama kita. Bukankah korupsi, kolusi dan semua hal yang mengarah pada
ketidak jujuran dalam memimpin negeri ini serta mengeluarkan kebijakan yang
tidak berpihak pada rakyat kecil juga termasuk ma’siyat. Bukan hanya itu,
seorang ulama yang pandai berkhutbah namun dia menjadi jurkam dari pemimpin
yang korup juga telah masuk dalam kategori berbuat ma’siyat. Bahkan tindakan
yang tidak melindungi anak-anak terlantar, janda-janda tua dan kaum miskin papa
juga termasuk ma’siyat karena semua itu merupakan perintah allah, dan bagi
siapa yang tidak melaksanakan perintah allah maka dia telah mendurhakai allah,
dan orang yang durhaka berarti berbuat ma’siyat kepada allah.
Dengan demikian, kema’siyatan yang tidak perlu dipatuhi seorang
rakayat terhadap pemimpinnya adalah kema’siyatan dengan pengertiannya yang
cukup luas (mendurhakai allah) bukan saja kema’siyatan yang berarti sempit
(seperti pornoaksi dan pornografi). Oleh sebab itu, dari hadis di atas bisa
kita simpulkan bahwa apabila pemimpin kita sudah tidak lagi memegang
prinsip-prinsip kejujuran serta tidak lagi berpihak pada kepentingan rakyat
kecil, maka batasan kepatuhan terhadap pemimpin tersebut sudah gugur dengan
sendirinya, karena pemimpin itu sendiri sudah termasuk kema’siyatan yang perlu
untuk di hapuskan di muka bumi ini.
·
Hadits:
١٢٠٦~ عَلِيِّ
, قَالَ: بَعْثَ النَّبِيّ , سَرِيَّةً وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ
رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ وَأَمَرَهُمْ أَنْ يُطِيْعُوهُ فَغَضِبَ عَلَيْهِم, وَقَالَ:
أَلَيْسَ قَدْ أَمَرَ النَّبِيُّ , أَنْ تُطِيْعُونِي
قَالُوا: بَلَى قَالَ: عَزَمتُ عَلَيْكُمْ لَمَا جَمَعْتُمْ حَطَبًا وَأَوقَدْتُمْ
نَارًا ثُمَّ دَخَلْتُمْ فِيهَا فَجَمَعُواحَطَبَا, فَأَوْقَدُوْا فَلَمَّا هَمُّوا
بِدُّخُولِ, فَقَامَ يَنْزُرُ بَعْضُهُمْ: إِنَّمَا تَبِعْنَا الـنَّبِيَّ
, فِرَارً مِنَ النَّارِ, أّفَنَدْخُلُهَا فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ خَمَدَتِ
الـنَّرُ, وَسَكَنَ غَضَنبُهُ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ
, فَقَالَ لَوْدَخَلُوهَا مَا خَرَجُوا مِنْهَا أ بَدًا, إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي المَعْرُوف
(أخرجه البخري في:٩٣ كتاب الأحكام: ٤ باب السمع و الطاعة للإمام مالم
تكن معصيه)
·
Terjemah:
Ali berkata: Rasulullah mengirim sariyah (pasukan yang berjumlah
300-400 orang) dan diserahkan kepemimpinannya kepada salah seorang sahabat
Ansar. Suatu saat dia marah kepada pasukannya dan berkata: tidakkah
Nabi menyuruh kalian menurut kepadaku? Mereka menjawab: Benar. Kini aku
perintahkan kalian untuk mengumpulkan kayu dan menyalakan api kemudian kalian
masuk ke dalam api itu. Maka merekapun mengumpulkan kayu dan menyalakan
api, dan ketika akan masuk ke dalam api, mereka saling pandang satu sama lain dan
berkata: kami mengikuti Nabi karena takut dari api
(neraka). Apakah kami akan memasukinya? Tidak lama kemudian padamlah api dan
reda juga amarah pemimpin itu. Lalu kejadian itu di sampaikan kepada
Nabi maka beliau bersabda: “Andaikan
mereka masuk ke dalam api itu, niscaya mereka tidak akan keluar selamanya,
sesungguhnya wajib taat itu hanya dalam kebaikan.”
·
Penjelasan:
Berdasarkan hadits di atas Nabi Muhammad saw.
berpesan agar setiap muslim hendaknya mendengar dan mematuhi keputusan,
kebijakan dan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh para pemimpin, baik
itu menyenangkan ataupun tidak menyenangkan bagi dirinya. Selama peraturan
tersebut tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Sebab kunci dari keberhasilan suatu negara atau
organisasi diantaranya terletak pada ketaatan para warga atau pengikutnya dan
pemimpinnya kepada Allah.
Dan apabila kaum muslimin tidak mau mendengar dan
tidak mau mematuhi serta tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap segala
sesuatu yang terjadi di Negara atupun di organisasi tempat ia tinggal, maka
kehancuranlah yang akan terjadi dan sekaligus menjadi bencana bagi umat islam.
Apabila pemimpin memerintahkan sesuatu yang
bertentangan dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka kita tidak boleh mentaati
perintahnya. kepatuhan terhadap pemimpin mempunyai batasan tertentu yakni
selama memimpin dan mengarahkan kepada hal-hal yang positif dan tidak menuju ke
jalan kemaksiatan maka kita wajib mematuhi perintahnya, begitu pula sebaliknya.
Misalnya, pemimpinitu melarang wanita muslim mengenakan jilbab; pemimpin yang
menyuruh untuk melakukan perjudian dan masih banyak contoh yang lain.
Kriteria-kriteria
pemimpin yang wajib kita taati :
1) Islam
2) Mengikuti perintah-perintah Allah dsan
Rasul-Nya
3) Menyuruh berbuat baik dan mencegah
berbuat munkar
4) Lebih mementingkan kepentingan umat
daripada kepentingan pribadi
5) Tidak mendzalimi umat Islam
6) Memberikan teladan dalam beribadah
Perkataan
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي المَعْرُوف
( sesungguhnya wajib taat itu hanya dalam kebaikan.)
pembahasannya ada pada surah
Annisa:59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ
اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ ...﴿٥٩﴾
(Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul dan Ulil Amri kalian)
Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin
pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.
Namun, untuk pemimpin di sini tidaklah datang dengan lafazh
‘ta’atilah’ karena ketaatan kepada pemimpin merupakan ikutan (taabi’) dari
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena
itu, apabila seorang pemimpin memerintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah,
maka tidak ada lagi kewajiban dengar dan ta’at.
Ibnu Abil ‘Izz mengatakan, “Hukum mentaati pemimpin
adalah wajib, walaupun mereka
berbuat zholim (kepada kita). Jika kita keluar dari mentaati mereka
maka akan timbul kerusakan yang lebih besar dari kezholiman yang mereka
perbuat. Bahkan bersabar terhadap kezholiman mereka dapat melebur dosa-dosa dan
akan melipat gandakan pahala. Allah Ta’ala tidak menjadikan mereka berbuat
zholim selain disebabkan karena kerusakan yang ada pada diri kita juga.
Ingatlah, yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan (al
jaza’ min jinsil ‘amal). Oleh karena itu, hendaklah kita bersungguh-sungguh
dalam istigfar dan taubat serta
berusaha mengoreksi amalan kita.
Ada yang mengatakan bahwa pemimpin itu tidak benar-benar bermaksud
memasukkan mereka ke dalam api. Dia sebenarnya hendak mengisyaratkan bahwa
ketaatan pemimpin adalah wajib dan siapa yang meninggalkan kewajiban tersebut
maka dia masuk neraka. Jika terasa berat bagi kamu memasuki api itu maka
bagaimana dengan api yang lebih besar lagi. Ini mengesankan seolah-olah
maksudnya adalah apabila dia melihat dari mereka kesungguhan untuk memasukinya,
maka dia akan mencegah mereka.
BAB III
PENUTUP
Setiap
muslim adalah pemimpin jadi Ia harus sangat berhati-hati apa yang di
kerjakannya sehingga ketika di minta pertanggung jawaban tentang apa yang di
kerjakannya Ia bisa bertanggung jawab atas hal itu.
Setiap
pemimpin harus menjadi pelayan masyarakat sehingga hal ini bisa membawanya ke
surga dan nasib yang akan dialami oleh para pemimpin yang tidak
bertanggung jawab : Mereka tidak akan diterima shalatnya oleh Allah. Mereka
tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium bau surga itu. Pemimpin yang
tidak bertanggungjawab itu diancam 2 kali lipat siksaan rakyat yang mereka
pimpin.
Pemimpin
atau penguasa adalah pemelihara umat yang harus dengan jujur melaksanakan
amanah dan tuntutan rakyatnya untuk menciptakan kesejahteraan di segala bidang.
Ia akan mempertanggungjawabkan semua kebijakan yang diambilnya sewaktu di dunia
menyangkut persoalan umat. Apabila adil, jujur, dan benar, maka Allah
merahmatinya, tetapi bila dzalim dan menyelewengkan kekuasaannya, maka Allah
akan melaknatnya.
Dan
jika pemimpin itu sesuai dengan yang di tuliskan oleh Nabi maka Kita wajib
menaati segala apapun yang di perintahkannya.
Belum ada tanggapan untuk "Hadist Tentang Kepemimpinan"
Post a Comment