Hibah

Dowload Lengkap nya Klik Disini
BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Pada hakekatnya manusia tidak hanya berhubungan dengan Tuhan yang menciptakan, tetapi juga berhubungan dengan manusia dan alam sekitarnya. Karena jika ditinjau lebih dalam dan teliti rahasia dan hikmah dari ibadah kepada-Nya tersebut bukan berarti tidak ada hubungannya sama sekali dengan manusia sebagai pengabdi sesamanya dalam arti lain.
Dari pemahaman tersebut maka dibutuhkan  ilmu  yang  berhubungan  dengan  sesama  manusia  untuk mendapatkan alat-alat yang dibutuhkan jasmaniah dengan cara yang sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran agama dan tuntunan agama. Termasuk dalam masalah ini antara lain adalah hibah.
Maka dalam makalah ini penulis akan menjabarkan tentang hibah yang bertujuan untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam bersyarikat. Jadi, jelaslah bahwa agama Islam  itu bukan saja mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia.

B.            Tujuan Pembahasan

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka untuk memudahkan pembahasan, kami buat rumusan masalah sebagai berikut:

·                Pengertian Hibah
·                Hukum Hibah
·                Rukun dan Syarat Hibah
·                Macam – macam Hibah
·                Mencabut Hibah
·                Beberapa Masalah Mengenai Hibah
·                Hikmah Hibah
·                Perbedaan Hibah dan Hadiah


BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Hibah

Menurut bahasa, hibah berasal dari bahasa arab yaitu huruf haa’ dikasrah dan baa’ difathah, adalah pemberian seseorang akan hartanya kepada orang lain di masa hidupnya dengan cuma-cuma, tanpa imbalan.

Menurut istilah hibah adalah pemberian harta dari seseorang kepada orang lain dengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan.

Firman Allah SWT :

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Artinya:


“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 177)


B.            Hukum Hibah

Memberikan Sesutu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu hibah hukumnya mubah.

Nabi Muhammad SAW bersabda :

عَنْ خَالِدِابْنِ عَدِيِ أَنَّ النَّبِىَص م قَالَ مَنْ جَاءَهُ مِنْ اَخِيْهِ مَعْرُوْفٌ مِنْ غَيْرِإِسْرَافٍ وَلاَمَسْأَلَةٍ
فَلْيَقْبِلْه ُ  وَلاَيَرُدُّهُ فَإِنَّمَا هُوَرِزْقٌ سَاقَهُ الله ُاِلَيْهِ
Artinya:
Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. telah bersabda: “Barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak ia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya yang demikian itu pemberian yangdiberikan Allah kepadanya(HR. Ahmad).
a           Wajib

Hibah yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai dengan kemampuannya.Rosululloh saw bersabda:Bertaqwalah kalian kepada Allah dan adillah terhadap anak anak kalian.
b           Haram

Hibah menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah dihibahkan ditarik kembali.
c           Makruh

Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan sesuatu baik berimbang maupun lebih banyak hukumnya adalah makhruh.




C.             Rukun dan Syarat Hibah

Rukun hibah ada empat, yaitu :

a           Pemberi hibah (wahib)

Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang[1].
b           Penerima hibah (mauhub lahu)
Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
c           Barang yang dihibahkan (Mauhub)
Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul-betul milik pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.
d           Akad (Ijab dan Qabul)
Misalnya si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu”, si penerima menjawab, “ya saya terima pemberian saudara”.
Syarat Hibah

Hibah menghendaki adanya penghibah, orang yang diberi  hibah dan sesuatu yang dihibahkan:
1.             Syarat-syarat penghibah

·      Penghibah memiliki apa yang dihibahkan
·      Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan
·      Penghibah itu orang dewasa, berakal dan rasyid
·      Tanpa ada unsure paksaan
2.             Syarat-syarat bagi orang yang diberi hibah

·      Berhak memiliki dan benar-benar ada di waktu di beri hibah
·      Memegang hibah atas seizin Wahib

3.             Syarat-syarat barang yang dihibahkan

·      Harus  ada waktu hibah
·      Berupa harta yang  kuat dan bermanfaat
·      Milik sendiri
·      Dapat dimiliki dzatnya
·      Tidak berhubungan dengan tempat lain/terpisah

D.           Macam – macam Hibah
Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1.      Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya  menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.
2.      Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.



E.            Mencabut Hibah
Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecualii hibahorang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. :
لاَيَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُعْطِىعَطِيَّةًأَوْيَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعُ فِيْهَا إِلاَّالْوَالِدِفِيْمَايُعْطِىلِوَلَدِهِ
Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud)
Sabda Rasulullah SAW :
Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari Muslim).
Hibah yang dapat dicabut antara lain sebagai berikut :
1.      Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya.
2.      Bila dirasakan ada unsur ketidak adilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah
3.      Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain[2].

F.            Beberapa Masalah Mengenai Hibah

1.      Pemberian Orang Sakit yang Hampir Meninggal
Hukumnya adalah seperti wasiat, yaitu penerima harus bukan ahli warisnya danjumlahnya tidak lebih dari sepertiga harta. Jika penerima itu ahli waris maka hibah itu tidak sah. Jika hibah itu jumlahnya lebih dari sepertiga harta maka yang dapat diberikan kepada penerima hibah (harus bukan ahli waris) hanya sepertiga harta.

2.      Penguasaan Orang Tua atas Hibah Anaknya
Jumhur ulama berpendapat bahwa seorang bapak boleh menguasai barang yangdihibahkan kepada anaknya yang masih kecil dan dalam perwaliannya atau kepada anak yang sudah dewasa, tetapi lemah akalnya. Pendapat ini didasarkan pada kebolehan meminta kembali hibah seseorang kepada anaknya.
G.           Hikmah Hibah
Adapun hikmah hibah adalah :
1.      Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesame
2.      Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
3.      Dapat mempererat tali silaturahmi
4.      Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.


H.           Perbedaan Hadiah dan Hibah

-            Hadiah

Dalam kitab Al-Hujjah Al-Balighah di sebutkan, hadiah itu dimaksudkan untuk mewujudkan kasih sayang diantara sesama manusia. Dan maksud tersebut tidak akan terwujud kecuali dengan memberikan balasan serupa.suatu hadiah dapat menjadikan orang yang memberi dapat menimbulkan kecintaanh pada diri penerima hadiah kepadaya, selain itu tangan di atas lebihbaik daripada tangan di bawah.

Hadiah merupakan bukti rasa cinta dan bersihnya hati padanya ada kesan penghormatan dan pemuliaan, dan oleh karena itu Rasulullah SAW menerima hadiah dan menganjurka untuk saling memberi hadiah serta menganjurkan untuk menerimanya.Al Imam Al Bukhari telah meriwayatkan hadist di dalam shahihnya (2585) dan hadist ini memiliki hadist-hadist pendukung yang lain.dari ‘Aisyah ra berkata : “Rasulullah SAW menerima hadiah dan membalasnya”.

Dan di dalam Ash Shahihain (Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim) dari hadist Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW “apabila diberi makanan, beliau bertanya tentang makanan tersebut, “apakah ini hadiah atau shadaqah?” Apabila dikatakan shadaqah maka beliau berkata pada para sahabatnya “makanlah!” sedangka beliau tidak makan.dan apabila di katakan “hadiah”, beliau mengisyaratkan dengan tangannya tanda penerimaan beliau.lal beliau makan bersama mereka”. (HR.Al Bukhari 2576) dan (Muslim 1077).

Dan hadiah menurut istilah syar’I yaitu menyerahkan suatu benda kepada seorang tertentu agar terwujudnya suatu benda kepada seseorang tertentu agar terwujudnya hubungan baik dan mendapatkan pahala dari Allah tanpa adanya permintaan dan syarat.dan disana ada sis keumuman dan kekhususan dikalangan para ulama’ antara hibah pemberian dan shadaqah.

Dan proses definisi diantara tiga perkara ini adalah niat, maka shadaqah diberikan kepada seseorang yang membutuhkan dan dalam rangka mencari wajah allah ta’ala.Sedangkan hadiah diberikan kepada orang fakir dan orang kaya yang di niatkan untuk meraih rasa cinta dan balas budi atas hadiah yang telah diberikan.

-            Hukum Hadiah

Hadiah telah di syariatkan penerimaanya dan telah ditetapkan pahala bagi pemberinya.Dalil yang melandasi hal itu adalah sebuah hadist dari Abu Hurairah, bahwa nabi telah bersabda :
I.       لَوْدُعِيْتُ اِلىَ زِرَاعٍ اَوْكُرَاعٍ لَاَجَبْتُ وَلَوْاُهْدِيَ زِرَا عٌ اَوْكُرَا عٌ لَقَبِلْتُ
sekiranya aku diundang makan sepotong kaki binatang, pasti akan aku penuhi undangan tersebut.begitu juga jika sepotong lengan atau kaki dihadiahka kepadaku, pasti aku akan menerimanya.” (HR.Al-Bukhari)

Hadiah diperbolehkan dengan kesepakatan umat, apabila tidak terdapat disana larangan syar’I terkadang di sunattkan untuk memberikan hadiah apabila dalam rangka menyambung silaturrahmi, kasih sayang dan rasa cinta.terkadang disyariatkan apabila dia termasuk di dalam bab membalas budi dan kebaikan orang lain dengan hal yang semisalnya.dan terkadang juga menjadi haram dan perantara menuju perkara yang haram dan ia merupakan hadiah yang berbentuk suatu yang haram, atau termasuk dalam kategori sogok menyogok dan yang sehukum dengannya.

-            Hukum menerima hadiah

Para ulama berselisih pendapat tentang orang yang diberikan bingkisan hadiah, apakah wajib menerimanya ataukah disunatkan saja, dan pendapat yang kuat bahwasannya orang yang diberikan hadiah yang mubah dan tidak ada penghalang syar’I yang mengharuskan menolaknya.maka wajib menerimanya di karenakan dalil-dalil berikut ini :

1.                Rasulullah SAW bersabda : “penuhilah undangan, jangan menolak hadiah, da jangan menganiaya kaum muslimin”.
2.                Di dalam ash-shahih (al-bukhari dan muslim). Dari Umar ra beliau berkata : rasulullah SAW memberiku sebuah bingkisan, lalu aku katakan “berikan ia kepada orang yang lebih fakir dariku” maka beliau menjawab, “ambillah, apabila datang kepadamu sesuatu dari harta ini, sedangkan engkau tidak tamak dan tidak pula memintanya, maka ambillah dan simpan untuk dirimu, jikalau engkau menghendakinya, maka makanlah.dan bila engkau tidak menginginkannya, bershadaqahlah dengannya.”

3.                Salim bin abdillah berkata :”oleh karena itu abdullah tidak pernah meminta kepada orang lain sedikitpun dan tidak pula menolak bingkisan yang di berikan kepadanya sedikitpun”.(shahih At Targhib 836)


4.                Dan didalam sebuah riwayat, Umar ra berkata “ketahuilah demi dzat yang jiwaku ditangan-nya!saya tidak akan meminta kepada orang lain sedikitpun dan tidaklah aku diberikan suatu pemberian yang tidak aku minta melainkan aku mengambilnya,” (shahih At Targhib 836)

5.                Rasulullah SAW tidaklah menolak hadiah kecuali dikarenaka oleh sebab yang syar’I.oleh karena adanya dalil-dalil ini maka wajib menerima hadiah apabila tidak dijumpai larangan syar’i.


6.                Demikian pula diantara dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya, adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari hadist Abu Hurairrah ra, beliau berkata bahwa rasulullah SAW pernah bersabda :”barang siapa yang Allah datangkan kepadanya sesuatu dari harta ini, tana dia memintanya, maka hendaklah menerimanya, karena sesungguhnya itu adalah rezeki yang allah kirimkan kepadanya.” (Shahih At-Targhib 839).

-            Hukum menolak hadiah

Setelah jelas bagi kita wajib menerima hadiah, maka tidak boleh menolaknya kecuali dikarenakan unsur syar’I dan nabi SAW melarang kita untuk menolak hadiah dengan sabda beliau :” jangan kalian menolak hadiah”. (telah lewat takhrijnya).


BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Menurut bahasa, hibah berasal dari bahasa arab yaitu huruf haa’ dikasrah dan baa’ difathah, adalah pemberian seseorang akan hartanya kepada orang lain di masa hidupnya dengan cuma-cuma, tanpa imbalan.Menurut istilah hibah adalah pemberian harta dari seseorang kepada oraglain sengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan.
Rukun hibah ada empat yaitu :
-          Pemberi hibah (wahib)
-          Penerima hibah (mauhub lahu)
-          Barang yang dihibahkan (Mauhub)
-          Akad (Ijab dan Qabul)
Hibah terbagi dua yaitu :
Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun
Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah.


Daftar Pustaka
Abu Bakr Jabir Al-jazairi, Ensiklopedi Muslim  (Jati waringin: 2009)
Abu Bakr Jabir Al-Jaza’iri Pedoman Hidup Muslim  (Jakarta: 2008)
Drs Helmi Karim, M.A. 1997. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Prof. Dr.H. Rachmat Ayaf’i, MA. 2001.Fiqh Muamalah,Bandung: Pustaka Setia Bandung



[1] Abu Bakr Jabir Al-jazairi, Ensiklopedi Muslim  (Jati waringin: 2009) hal. 568-572
[2] Abu Bakr Jabir Al-Jaza’iri Pedoman Hidup Muslim  Jakarta 2008 hal 681-685.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Hibah"

Post a Comment